Halaman

murniart.blogspot.com meleyani berbagai kerajinan krey dengan bahan baku bambu, kayu dan rotan Juga melayani karpet dan lain sebagainya segera hubungi murni art shop

علم منطق


بسم الله الرحن الرحيم
علم منطق

-        علم منطق : فواعد يستر شد بها الإنسان فى تفكيره ليأمن من الزللى، وتسلم معلو ماته من الخطاء،
-        علم منطق : قا نون تعصم مرعته الذهن عن الخطاء فى التفكير
(علم منطق للاستاذنورالانور الابراهيمى)

-          “Ilmu Manthiq ialah rumusan-rumusan/ patokan-patokan agar orang dapat mendapatkan petunjuk di dalam iaberfikir, supaya selamat dari kesalahan-kesalahan dan terhindar pengertiannya dari kekeliruan.”
-          “Ilmu Manthiq ialah undang-undangyang menjaga hati dari kekeliruan di dalam is berfikir.”

-        و بعدفالنطق للجنان، نسبته كالنخو للّسان
فيعص الاغكار عن غيّ الخطا، وعن دقيق الفهم يكشف الخطا
-          “Dan sesudah tersebut di atas, Ilmu Manthiq itu bagi sebanding dengan Ilmu Nahwu bagi lisan”.
-          “Jadi ia dapat menjaga pikiran-pikiran dari tergelincir dalam kesalahan, dan dapat menyingkaptabir halusnya pengertian.”

Keterangan :
Kalau kita telah mempelajari Ilmu Nahwu/Saraf, agar kita dapat membaca bahasa Arab dengan betul, maka kali ini kita mempelajari suatu ilmu lagi, yaitu “Ilmu Maanthiq”, agar kita di waktu mengatakan sesuatu itu atas dasar jalan pikiran yang betul dan sehat atau logis. Pula di waktu kita memahami suatu keterangan itu atas dasar pengertian yang betul dan logis pula. Dengan demikian “Ilmu Manthiq” juga dapat dinamakan “Ilmu Logika”. (lihat, “Ilmu Manthiq” oleh Prof K.H.M. taib Thahir Abd. Mu’in).
Ilmu

Di dalam kita berfikir itu,sudah barang tentu ada ilmu/pengertian pada otak kita.

Ilmu adalah mendapatkan pengertian tentang sesuatu yang belum dikenal atas dasar yakin ataupun sangkaan, pengertian itu sesuai dengan kenyataan ataupun tidak”.

Contoh :
Di waktu malam hari,kita sedang berjalan-jalan. Dari kejauhan tampak oleh kita sesuatu benda. Di dalam hati kita berkata dengan yakin : “Oh, itu manusia”. Ternyata memang manusia betul. Jadi secara yakin kita mengetahui (mempunyai ilmu), dan sesuai dengan kenyataan. Atau boleh jadi kita hanya menyangka saja atau dhan ((ظن
Tetapi mungkin juga sesuatu tadi bukan manusia, ternyata pohon pisang, berarti pengertian/ilmukita tidak sesuai dengan kenyataan.

Pengertian Strategi Belajar Mengajar




Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, makajenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.

Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran.

Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan (Winamo Surakhmad)

Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.

Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dan metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Untuk lebih memperjelas perbedaan tersebut, ikutilah contoh berikut:

Dalam suatu Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk mata kuliah Metode-metode mengajar bagi para mahasiswa program Akta IV, terdapat suatu rumusan tujuan khusus pengajaran sebagai benikut: “Para mahasiswa calon guru diharapkan dapat mengidentifikasi minimal empat jenis (bentuk) diskusi sebagai metode mengajar”. Strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut misalnya: 
  1.  Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah dilihatnya, secara kelompok.
  2.  Mahasiswa diminta membaca dua buah buku tentang jenis-jenis diskusi dari Winamo Surakhmad dan Raka Joni.
  3.  Mahasiswa diminta mendemonstrasikan cara-cara berdiskusi sesuai dengan jenis yang dipelajari, sedangkan kelompok yang lain mengamati sambil mencatat kekurangan-kekurangannya untuk didiskusikan setelah demonstrasi itu selesai.
  4.  Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.
Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa teknik pengajaran adalah kegiatan no 3 dan 4, yaitu dengan menggunakan metode demonstrasi dan diskusi. Sedangkan seluruh kegiatan tersebut di atas merupakan strategi yang disusun guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam mengatur strategi, guru dapat memilih berbagai metode seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan sebagainya. Sedangkan berbagai media seperti film, kaset video, kaset audio, gambar dan lain-lain dapat digunakan sebagai bagian dan teknik teknik yang dipilih.

KLASIFIKASI STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR

Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan:
  1.    Expository dan Discovery/Inquiry :
“Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar. 
Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh guru tampak pada contoh berikut:
Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wama, dan sebagainya.
Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia merigemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang terbaik dan sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah. 
Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu menguji cobakan penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.

Perbedaan Ta'wil dan Tafsir


Ulama berbeda pendapat di dalam menjelaskan perbedaan antara ta`wil dan tafsir. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat ulama.
1). Manurut Abu `Ubadah, tafsir dan ta`wil adalah sinonim. Pendapat inlah yang masyhur di kalangan ulama klasik.
2). Menurut al-Raghib al-Ashfihani, tafsir lebih umum daripada ta`wil, tafsir biasanya digunakan di dalam menjelaskan kosa kata (lafazh). Sedang ta`wil dalam arti lafazh (makna), tafsir, sebagian besar, digunakan dalam kosa kata, sementara ta`wil sering digunakan dalam menjelaskan kalimat (al-jumal).
3). Al-maturidiy berpendapat, tafsir adalah bersifat memastikan atau meyakinkan bahwa yang dikehendaki Allah adalah makna ini atau makna itu. Sedangkan ta`wil, mengunggulkan salah satu dari dua kemungkinan arti.
4). Menurut Abu Thalib al-Tsa`labi, al-tafsir adalah menjelaskan makna lafazh; apakah makna hakikat atau makna metaforis?. Sedang ta`wil adalah menjelaskan arti tersirat lafazh (بواطن اللفظ).
5). Sebagian ulama menyatakan, "Tafsir adalah interpretasi makna-makna yang diperoleh dari ungkapan kalimat (ibarat). Sementara ta`wil adalah menjelaskan makna-makna yang diperoleh melalui metode isyarah (isyarat)".
Pendapat ini didukung oleh Imam al-Alusi dalam tafsirnya. Ia mengaatakan ta`wil adalah isyarah keTuhanan, dan pengetahuan keTuhanan yang disingkap dari balik ungkapan kalimat oleh orang-orang yang salik (menuju) pada Tuhan Allah.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, tafsir dam ta`wil memiliki persamaan, yaitu sama-sama berusaha menjelaskan pesan-pesan yang dikehendaki Allah. Bedanya, jika tafsir –di dalam menjelaskan kehendak Allah dari firman-Nya– menggunakan dalil qath`iy sehingga tidak menyisakan kesamaran lagi, maka ta`wil menggunakan dalil zhanniy sehingga masih membuka peluang untuk dita`wil atau dilakukan ijtihad kembali. Pendapat ini hampir sama dengan kesimpulan al-Dzahabi setelah mengemukakan beberapa pendapat, al-Dzahabi menyatakan, tafsir adalah penjelasan kehendak Allah yang didasarkan pada dalil riwayat, baik riwayat dari Nabi atau para sahabatnya. Sedangkan ta`wil adalah penjelasan terhadap kehendak Allah yang didasarkan pada dirinya atau ijtihad.
Tafsir dan ta`wil, dengan segala pengertiannya, merupakan usaha sungguh-sungguh untuk menemukan dan menjelaskan makna-makna atau kehendak Allah dari firman-Nya.

PERENCANAAN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak bias dipungkiri bahwa gelombang moderenisasi dan globalisasi budaya telah meruntuhkan sekat-sekat kultural, etnik, idiologi dan agama. Mobilitas social, ekonomi, pendidikan, dan politik. menciptakan keragaman dalam relasi-relasi keragaman. Kini, cukup sulit menemukan komunitas-komunitas sosial yang homogen dan monokultur. Fenomena multikultural sudah menjadi bagian dari imperatif peradaban manusia. Multikulturalisme melingkupi pluralitas ras, etnik, jender, kelas, dan agama bahkan sampai pilihan gaya hidup.

Konsep ini setidaknya bertumpuh pada dua keyakinan. Pertama, secara sosial semua kelompok budaya dapat di reperentasikan dan hidup berdampingan bersama dengan orang lain. Kedua, diskriminasi dan resisme dapat direduksi melalui penetapan citra positif keragaman etnik dan pengetahuan budaya-budaya lain, Untuk itu wawasan dan gagasan multikulturalisme perlu dikukuhkan dalam segala pendidikan.

Sebagai idiologi partisipatoris, multikulturalisme mengusung prinsip-prinsip keragaman, kesetaraan, dan penghargaan atas yang lain, sehingga pesan universal pendidikan dapat dirasakan semua pihak. Disinilah letak urgensi pengajaran multikultural dan multi etnik di dalam pendidikan yakni dengan mendidik siswa agar tidak melakukan tindakan kejahatan terhadap siswa dari suku lain, khususnya di dalam lingkungan pendidikan agama. Demikian pula pengajaran multi etnik itu lebih hetrogen lagi pada sekolah umum.

Gagasan dan Rancangan memasukan wawasan multikultural disekolah agama dan madrasah patut disahuti, sepanjang tidak terjadi pengaburan kesejatian idiologi dari pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan Islam memiliki ke unikan dan khasnya sendiri sesuai dengan visi dan misinya. Adapun visi dari madrasah dan pendidikan agama Islam adalah terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu, terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga yang islami dan berkwalitas, menjabarkan kurikulum yang mampu memahami kebutuhan anak didik dan masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan yang profesional dan memiliki kompotensi dalam bidangnya dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang berprestasi.

Berkaitan dengan perlunya menggagas sekolah agama dan madrasah yang berwawasan multikultural maka kami akan mencoba mengkaji sebagaimana yang di amanahkan oleh pemerintah yakni dengan terlebih dahulu mengantarkan kebijakan Departemen Agama dalam mengembangkan Pendidikan Agama di sekolah dan madrasah, peran dan fungsi Departemen Agama dalam pendididkan dan bagaimana seharusnya sekolah agama dan madrasah melihat dan menyikapi desakan multikulturalisme yang telah menghangat dengan segala konsekuensi dan idiologi yang di usungnya.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Madrasah dan pendidikan agama Islam mengaktualisasikan peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat?
  2. Bagaimana kebijakan Departemen Agama dalam mengembangkan Pendidikan Agama di sekolah dan madrasah?
  3. Apa peran dan fungsi Departemen Agama dalam pendididkan dan bagaimana seharusnya sekolah agama dan madrasah melihat dan menyikapi desakan multikulturalisme?
  4. Bagaiman sistem pendidikan Nasional dalam loyalitas madrasah?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Departemen Agama

Sebelum di jelaskan hal-hal apa saja yang di lakukan oleh Depag; dalam memajukan sekolah agama dan madrasah kiranya perlu di jelaskan posisi pendidikan Agama dan madrasah dalam system pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam telah lama eksis di bumi nusantara ini sejak masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam baik sebagai lembaga, sebagai mata pelajaran dan sebagai nilai cukup berperan dalam mencerdaskan bangsa.

        Pendidikan Islam sebagai lembaga di akuinya keberadaan lembaga pendidikan Islam secara ekplisit. Sebagai mata pelajaran di akuinya pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib di berikan pada tingkat dasar sampai pada perguruan tinggi. Lalu berikutnya Pendidikan Islam sebagai nilai, yakni ditemukannya nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan nasional.

Untuk melihat eksistensi pendidikan Islam dalam ketiga kategori itu dalam UU No. 20 tahun 2003 baik sebagai lembaga, sebagai mata pelajaran dan sebagai nilai dapat dilihat dalam pasal-pasal sebagai berikut :
  1. Pendidikan Islam sebagai Lembaga baik MI, MTs, MA atau MAK atau Perguruan Tinggi diatur dalam pasal 17 dan Pendidikan keagamaannya diatur dalam pasal 30.
  2. Pendidkan Islam sebagai mata pelajaran dapat dilihat dalam pasal 36.
  3. Adapun pendidikan Islam sebagai nilai pada hakikatnya adalah nilai yang membawa nilai kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk , demokratis, egalitarian, dan humanis.

Berangkat dari kondisi diatas akan jelas sekali bahwa eksistensi Pendidikan Agama Islam di madrasah sangat jelas dan dapat dirasakan. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan dan memperdayaan dan sekaligus pengembangan Pendidikan Islam secara terus menerus. Diantara kebijakan yang dilakukan oleh Departemen Agama dalam pembinaan Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam (Mapenda) dapat dilihat sebagai berikut:

  1. Pemerataan pendidikan, diarahkan untuk menunjang penuntasan wajib belajar 9 tahun (Wajar 9 tahun).
  2. Peningkatan Mutu Pendidikan diseluruh jenjang pendidikan, baik ditingkat MI maupun MTs dan sertapeningkatan kualitas Pendidikan Agama Islam disekolah Umum.
  3. Efektifitas dan efisiensi artinya penyelenggaraan pendidikan benar-benar dapat mencapai tujuan pendidikan yang maksimal dengan memanfaatkan biaya yang minimal.

Adapun dalam bentuk pengembangan dan pemberdayaannya adalah dengan terus melakukan pembinaan dan pelatihan kepada pendidik. Dalam kacamata Departemen Agama setidaknya ada empat kompetensi pokok yang harus dimiliki oleh seorang tenaga pendidik. Pertama, kompetensi keilmuan, Kedua, kompetensi keterampilan mengkomunikasikan ilmunya kepada peserta didik. Ketiga, kompetensi manjerial dan keempat adalah kompetensi moral akademik dimana ia mesti menjadi contoh panutan bagi anak didik dan masyarakat.
Jika pengembangan dan pemberdayaan dilakukan sesuai dengan perencanaan sistem pendidikan dan menggunakan pendekatan system maka, akan mendapatkan manfaat-manfaat sebagai berikut:

1.     Menyeimbangkan ketidaktentuan
2.     Meningkatkan penghematan operasi-operasi
3.     Memusatkan diri dari tujuan
4.     Menyediakan fasilitas bagi control.

Selain dari masalah pendidik juga dilakukan pemberdayaan sarana dan fasilitas, pengkajian kurikulum yang selama ini dianggap masalah yang tak pernah kunjung selesai. Selain itu, pembinaan bersifat struktural dan kultural. Tampaknya secara kultural Depag masih mengalami kendala yang sangat serius dimana umat Islam dan masyarakat luas belum memberikan sepenuhnya kepercayaan kepada sekolah di lingkungan Depag dengan asumsi bahwa pendidikan di lingkungan agama kurang berbobot. Tantangan ini memang cukup menarik, tapi dengan semangat yang tidak kunjung menyerah Depag terus melakukan upaya-upaya dan terobosan terus-menerus.

B. Peran dan Fungsi Departemen Agama

Dalam hal pembinaan, pengawasan dan pengembangan pendidikan agama di sekolah dan madrasah tidak lepas dari peraturan dan perundang-undangan yang ada. Selain UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka Depag berpedoman kepada KMA No. 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yakni pada pasal 2 dijelaskan tugas pokok dan fungsinya sebagai beerikut: “Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Departemen Agama dalam wilayah Propinsi berdasarkan kebijakan Menteri Agama dan peraturan perundang-undangan.”

Adapun tugas dan fungsi bidang yang mengurusi pendidikan adalah Mapenda sebagaimana di sebut dalam pasal 31 yang menjelaskan sebagai berikut: “Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan bimbingan di Bidang penyelenggaraan pendidikan pada madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum dan serta sekolah luar biasa”.

Pada pasal 32 menjelaskan fungsi Bidang Mapenda, pada pasal 33 seksi-seksi yang terdapat dalam Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah Umum. Pada pasal 34 penjelasan tugas dari seksi-seksi sebagaimana dimaksud pada pasal 33 diatas. Pada pasal 35 Tugas Pekapontren dan Penamas. Pada pasal 36 penjelasan tugas dari Pekapontren dan Penamas tersebut. Selanjutnya pada pasal 37-50 tentang pembagian seksi dan tugas dari bidang Pekapontren dan Penamas.

Urgensi Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam Menyongsong tentang konsep pendidikan yang berwawasan multikultural disekolah khususnya dilingkungan agama pada dasarnya pendidikan Agama tidak terlalu masalah sebab konsep itu sendiri bukan sesuatu yang bertentangan dengan konsep dasar Islam yang memang mengatur sistem kehidupan yang multi-etnik, budaya, ras, adat istiadat dan gaya hidup.

Sebagaimana dipahami bahwa multikulturalisme adalah makna yang menunjuk pada kenyataan bahwa kita tidak hidup dalam sebuah budaya saja. Budaya dalam arti semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua hal bernilai baik dari kehidupannya.
Bagi pendidikan agama Islam gagasan multikultural bukanlah sesuatu yang di takuti dan baru, setidaknya ada empat alasan untuk itu. Pertama, bahwa Islam mengajarkan menghormati dan mengakui keberadaan orang lain. Kedua, konsep persaudaraan Islam tidak hanya terbatas pada satu sekte atau golongan saja. Ketiga, dalam pandangan Islam bahwa nilai tertinggi seorang hamba adalah terletak pada integralitas taqwa dan kedekatannya dengan Tuhan. Untuk merancang strategi hubungan multikultural dan etnik dalam sekolah dapat digolongkan kepada dua yakni pengalaman pribadi dan pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam pengalaman pribadi dengan menciptakan pertama, siswa etnik minoritas dan mayoritas mempunyai status yang sama, kedua, mempunyai tugas yang sama, ketiga, bergaul, berhubungan, berkelanjutan dan berkembang bersama, keempat, berhubungan dengan pasilitas, gaya belajar guru, dan norma kelas tersebut.

Adapun dalam bentuk pengajaran adalah sebagai berikut: pertama, guru harus sadar akan keragaman etnik siswa, tidak bisa dalam mendidik, kedua, bahan kurikulum dan pengajaran seharusnya refleksi keragaman etnik dan ketiga adalah bahan kurikulum dituliskan dalam bahasa daerah/etnik yang berbeda.

Jelasnya bila pengajaran multikultural dapat dilakukan dalam sekolah baik umum maupun agama hasilnya akan melahirkan peradaban yang juga melahirkan toleransi, demokrasi, kebajikan, tolong menolong, tenggang rasa, keadilan, keindahan, keharmonisan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Intinya gagasan dan rancangan sekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidak mengaburkan dan atau menciptakan ketidak pastian jati diri para kelompok yang ada.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan singkat diatas bahwa jelas sekali institusi pendidikan Agama Islam sesuai dengan perjalanan panjangnya tetap memiliki keunikan tersendiri yang tidak bisa lepas dari ajaran dan falsafah dasar dari pendidikan Islam itu sendiri. Kemajuan yang sedang di hadapi pendidikan islam tidak akan pernah mencerabut eksistensinya dari akar ajaran yang terdapat dalam sumber Al-Qur’an dan Hadis. Kajian ulang terhadap teks boleh jadi dilakukan tapi ia tidak akan pernah larut dengan keinginan yang sempit karena itu sangat bertentangan dengan karakter dasarnya yang solih likulli jaman wa makan wa ummatan.


Daftar Pustaka


Ahmadi, Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2005
Ahmad Zulaichah, Perencanaan Sistem Pendidikan, Jember. Pustaka-Stain, 2008
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000
Haidar Putra Daulay, Kedudukan Pendidikan Islam di Indonesia dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional” dalam buku “Antologi kajian Islam, Medan. Citapustaka Media, 2004
Kardinal Julius Darmoatmojo, Pendidikan Multikulturalisme melalui pendekatan Sosiologi Agama, dalam Buku “Menggagas Kerukunan Umat beragama Di Indonesia”, Jakarta. PPKH, 2002