BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak bias dipungkiri bahwa gelombang moderenisasi dan
globalisasi budaya telah meruntuhkan sekat-sekat kultural, etnik, idiologi dan
agama. Mobilitas social, ekonomi, pendidikan, dan politik. menciptakan
keragaman dalam relasi-relasi keragaman. Kini, cukup sulit menemukan
komunitas-komunitas sosial yang homogen dan monokultur. Fenomena multikultural
sudah menjadi bagian dari imperatif peradaban manusia. Multikulturalisme
melingkupi pluralitas ras, etnik, jender, kelas, dan agama bahkan sampai
pilihan gaya hidup.
Konsep ini setidaknya bertumpuh pada dua keyakinan. Pertama,
secara sosial semua kelompok budaya dapat di reperentasikan dan hidup
berdampingan bersama dengan orang lain. Kedua, diskriminasi dan resisme dapat
direduksi melalui penetapan citra positif keragaman etnik dan pengetahuan
budaya-budaya lain, Untuk itu wawasan dan gagasan multikulturalisme perlu dikukuhkan
dalam segala pendidikan.
Sebagai idiologi partisipatoris, multikulturalisme mengusung
prinsip-prinsip keragaman, kesetaraan, dan penghargaan atas yang lain, sehingga
pesan universal pendidikan dapat dirasakan semua pihak. Disinilah letak urgensi
pengajaran multikultural dan multi etnik di dalam pendidikan yakni dengan mendidik
siswa agar tidak melakukan tindakan kejahatan terhadap siswa dari suku lain,
khususnya di dalam lingkungan pendidikan agama. Demikian pula pengajaran multi
etnik itu lebih hetrogen lagi pada sekolah umum.
Gagasan dan Rancangan memasukan wawasan multikultural
disekolah agama dan madrasah patut disahuti, sepanjang tidak terjadi pengaburan
kesejatian idiologi dari pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan Islam
memiliki ke unikan dan khasnya sendiri sesuai dengan visi dan misinya. Adapun
visi dari madrasah dan pendidikan agama Islam adalah terwujudnya manusia yang
bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu, terampil dan mampu
mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya adalah
menciptakan lembaga yang islami dan berkwalitas, menjabarkan kurikulum yang
mampu memahami kebutuhan anak didik dan masyarakat, menyediakan tenaga
kependidikan yang profesional dan memiliki kompotensi dalam bidangnya dan
menyelenggarakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang berprestasi.
Berkaitan dengan perlunya menggagas sekolah agama dan
madrasah yang berwawasan multikultural maka kami akan mencoba mengkaji
sebagaimana yang di amanahkan oleh pemerintah yakni dengan terlebih dahulu
mengantarkan kebijakan Departemen Agama dalam mengembangkan Pendidikan Agama di
sekolah dan madrasah, peran dan fungsi Departemen Agama dalam pendididkan dan
bagaimana seharusnya sekolah agama dan madrasah melihat dan menyikapi desakan
multikulturalisme yang telah menghangat dengan segala konsekuensi dan idiologi
yang di usungnya.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana Madrasah dan pendidikan agama Islam mengaktualisasikan peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat?
- Bagaimana kebijakan Departemen Agama dalam mengembangkan Pendidikan Agama di sekolah dan madrasah?
- Apa peran dan fungsi Departemen Agama dalam pendididkan dan bagaimana seharusnya sekolah agama dan madrasah melihat dan menyikapi desakan multikulturalisme?
- Bagaiman sistem pendidikan Nasional dalam loyalitas madrasah?
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Departemen Agama
Sebelum di jelaskan hal-hal apa saja yang di lakukan oleh
Depag; dalam memajukan sekolah agama dan madrasah kiranya perlu di jelaskan
posisi pendidikan Agama dan madrasah dalam system pendidikan nasional.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam telah lama eksis di bumi nusantara
ini sejak masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam baik sebagai lembaga,
sebagai mata pelajaran dan sebagai nilai cukup berperan dalam
mencerdaskan bangsa.
Pendidikan Islam sebagai lembaga di akuinya keberadaan lembaga pendidikan Islam secara ekplisit. Sebagai mata pelajaran di akuinya pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib di berikan pada tingkat dasar sampai pada perguruan tinggi. Lalu berikutnya Pendidikan Islam sebagai nilai, yakni ditemukannya nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan nasional.
Untuk melihat eksistensi pendidikan Islam dalam ketiga
kategori itu dalam UU No. 20 tahun 2003 baik sebagai lembaga, sebagai mata
pelajaran dan sebagai nilai dapat dilihat dalam pasal-pasal sebagai berikut :
- Pendidikan Islam sebagai Lembaga baik MI, MTs, MA atau MAK atau Perguruan Tinggi diatur dalam pasal 17 dan Pendidikan keagamaannya diatur dalam pasal 30.
- Pendidkan Islam sebagai mata pelajaran dapat dilihat dalam pasal 36.
- Adapun pendidikan Islam sebagai nilai pada hakikatnya
adalah nilai yang membawa nilai kemaslahatan dan kesejahteraan bagi
seluruh makhluk , demokratis, egalitarian, dan humanis.
Berangkat dari kondisi diatas akan jelas sekali bahwa
eksistensi Pendidikan Agama Islam di madrasah sangat jelas dan dapat dirasakan.
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan dan memperdayaan dan sekaligus
pengembangan Pendidikan Islam secara terus menerus. Diantara kebijakan yang
dilakukan oleh Departemen Agama dalam pembinaan Bidang Madrasah dan Pendidikan
Agama Islam (Mapenda) dapat dilihat sebagai berikut:
- Pemerataan pendidikan, diarahkan untuk menunjang penuntasan wajib belajar 9 tahun (Wajar 9 tahun).
- Peningkatan Mutu Pendidikan diseluruh jenjang pendidikan, baik ditingkat MI maupun MTs dan sertapeningkatan kualitas Pendidikan Agama Islam disekolah Umum.
- Efektifitas dan efisiensi artinya penyelenggaraan
pendidikan benar-benar dapat mencapai tujuan pendidikan yang maksimal
dengan memanfaatkan biaya yang minimal.
Adapun dalam bentuk pengembangan dan pemberdayaannya adalah
dengan terus melakukan pembinaan dan pelatihan kepada pendidik. Dalam kacamata
Departemen Agama setidaknya ada empat kompetensi pokok yang harus dimiliki oleh
seorang tenaga pendidik. Pertama, kompetensi keilmuan, Kedua, kompetensi
keterampilan mengkomunikasikan ilmunya kepada peserta didik. Ketiga, kompetensi
manjerial dan keempat adalah kompetensi moral akademik dimana ia mesti menjadi
contoh panutan bagi anak didik dan masyarakat.
Jika pengembangan dan pemberdayaan dilakukan sesuai dengan perencanaan sistem pendidikan dan menggunakan pendekatan system maka, akan mendapatkan manfaat-manfaat sebagai berikut:
Jika pengembangan dan pemberdayaan dilakukan sesuai dengan perencanaan sistem pendidikan dan menggunakan pendekatan system maka, akan mendapatkan manfaat-manfaat sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan
ketidaktentuan
2. Meningkatkan
penghematan operasi-operasi
3. Memusatkan
diri dari tujuan
4. Menyediakan
fasilitas bagi control.
Selain dari masalah pendidik juga dilakukan pemberdayaan
sarana dan fasilitas, pengkajian kurikulum yang selama ini dianggap masalah
yang tak pernah kunjung selesai. Selain itu, pembinaan bersifat struktural dan kultural.
Tampaknya secara kultural Depag masih mengalami kendala yang sangat serius
dimana umat Islam dan masyarakat luas belum memberikan sepenuhnya kepercayaan
kepada sekolah di lingkungan Depag dengan asumsi bahwa pendidikan di lingkungan
agama kurang berbobot. Tantangan ini memang cukup menarik, tapi dengan semangat
yang tidak kunjung menyerah Depag terus melakukan upaya-upaya dan terobosan
terus-menerus.
B.
Peran dan Fungsi Departemen Agama
Dalam hal pembinaan, pengawasan dan pengembangan pendidikan
agama di sekolah dan madrasah tidak lepas dari peraturan dan perundang-undangan
yang ada. Selain UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka
Depag berpedoman kepada KMA No. 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota yakni pada pasal 2 dijelaskan tugas pokok dan fungsinya sebagai
beerikut: “Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi mempunyai tugas
melaksanakan tugas pokok dan fungsi Departemen Agama dalam wilayah Propinsi
berdasarkan kebijakan Menteri Agama dan peraturan perundang-undangan.”
Adapun tugas dan fungsi bidang yang mengurusi pendidikan
adalah Mapenda sebagaimana di sebut dalam pasal 31 yang menjelaskan sebagai
berikut: “Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum
mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan bimbingan di Bidang penyelenggaraan
pendidikan pada madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum dan serta
sekolah luar biasa”.
Pada pasal 32 menjelaskan fungsi Bidang Mapenda, pada pasal
33 seksi-seksi yang terdapat dalam Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam
pada sekolah Umum. Pada pasal 34 penjelasan tugas dari seksi-seksi sebagaimana
dimaksud pada pasal 33 diatas. Pada pasal 35 Tugas Pekapontren dan Penamas. Pada
pasal 36 penjelasan tugas dari Pekapontren dan Penamas tersebut. Selanjutnya
pada pasal 37-50 tentang pembagian seksi dan tugas dari bidang Pekapontren dan
Penamas.
Urgensi Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam
Menyongsong tentang konsep pendidikan yang berwawasan multikultural disekolah
khususnya dilingkungan agama pada dasarnya pendidikan Agama tidak terlalu
masalah sebab konsep itu sendiri bukan sesuatu yang bertentangan dengan konsep
dasar Islam yang memang mengatur sistem kehidupan yang multi-etnik, budaya,
ras, adat istiadat dan gaya hidup.
Sebagaimana dipahami bahwa multikulturalisme adalah makna
yang menunjuk pada kenyataan bahwa kita tidak hidup dalam sebuah budaya saja.
Budaya dalam arti semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua
usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua hal bernilai baik dari
kehidupannya.
Bagi pendidikan agama Islam gagasan multikultural bukanlah
sesuatu yang di takuti dan baru, setidaknya ada empat alasan untuk itu.
Pertama, bahwa Islam mengajarkan menghormati dan mengakui keberadaan orang
lain. Kedua, konsep persaudaraan Islam tidak hanya terbatas pada satu sekte
atau golongan saja. Ketiga, dalam pandangan Islam bahwa nilai tertinggi seorang
hamba adalah terletak pada integralitas taqwa dan kedekatannya dengan Tuhan. Untuk
merancang strategi hubungan multikultural dan etnik dalam sekolah dapat
digolongkan kepada dua yakni pengalaman pribadi dan pengajaran yang dilakukan
oleh guru. Dalam pengalaman pribadi dengan menciptakan pertama, siswa etnik
minoritas dan mayoritas mempunyai status yang sama, kedua, mempunyai tugas yang
sama, ketiga, bergaul, berhubungan, berkelanjutan dan berkembang bersama,
keempat, berhubungan dengan pasilitas, gaya belajar guru, dan norma kelas
tersebut.
Adapun dalam bentuk pengajaran adalah sebagai berikut:
pertama, guru harus sadar akan keragaman etnik siswa, tidak bisa dalam
mendidik, kedua, bahan kurikulum dan pengajaran seharusnya refleksi keragaman
etnik dan ketiga adalah bahan kurikulum dituliskan dalam bahasa daerah/etnik
yang berbeda.
Jelasnya bila pengajaran multikultural dapat dilakukan dalam
sekolah baik umum maupun agama hasilnya akan melahirkan peradaban yang juga
melahirkan toleransi, demokrasi, kebajikan, tolong menolong, tenggang rasa,
keadilan, keindahan, keharmonisan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Intinya
gagasan dan rancangan sekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah
keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidak mengaburkan dan atau
menciptakan ketidak pastian jati diri para kelompok yang ada.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan singkat diatas bahwa jelas sekali institusi
pendidikan Agama Islam sesuai dengan perjalanan panjangnya tetap memiliki
keunikan tersendiri yang tidak bisa lepas dari ajaran dan falsafah dasar dari
pendidikan Islam itu sendiri. Kemajuan yang sedang di hadapi pendidikan islam
tidak akan pernah mencerabut eksistensinya dari akar ajaran yang terdapat dalam
sumber Al-Qur’an dan Hadis. Kajian ulang terhadap teks boleh jadi dilakukan
tapi ia tidak akan pernah larut dengan keinginan yang sempit karena itu sangat
bertentangan dengan karakter dasarnya yang solih likulli jaman wa makan wa
ummatan.
Daftar
Pustaka
Ahmadi, Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme
Teosentris, Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2005
Ahmad Zulaichah, Perencanaan Sistem Pendidikan, Jember.
Pustaka-Stain, 2008
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan agama dan Keagamaan Visi,
Misi dan Aksi, Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000
Haidar Putra Daulay, Kedudukan Pendidikan Islam di Indonesia
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional” dalam
buku “Antologi kajian Islam, Medan. Citapustaka Media, 2004
Kardinal Julius Darmoatmojo, Pendidikan Multikulturalisme
melalui pendekatan Sosiologi Agama, dalam Buku “Menggagas Kerukunan Umat
beragama Di Indonesia”, Jakarta. PPKH, 2002